Sepertinya aku tahu apa luka terdalam dalam diriku: takut kehilangan.
Pertama kehilangan mama. 15 tahun berlalu, aku kira lukaku sudah sembuh. Beberapa tahun belakangan ini memang aku bahkan sudah melupakan tanggal “kepergian” dia, walaupun reminder di kalenderku masih tetap ada.
Semenjak itu aku selalu merasa takut kehilangan dan menjadi sendiri. Padahal sebenarnya aku selalu sendiri. Aku berjuang untuk diriku sendiri. Baik secara materi dan psikis. Tapi sampai sekarang aku merasa bahwa aku nggak bisa hidup sendiri. Oleh karena itu, aku sering “bergantung” pada orang lain.
Aku benci di masa-masa dimana aku nggak bisa mengakhiri suatu hubungan, setelah memulainya. Hubungan itu nggak harus selalu percintaan, tetapi pertemanan, atau hubungan lainnya. Yang mana hubungan itu sebenarnya nggak cocok buatku ataupun mereka. Itu karena aku takut kehilangan dan sendiri lagi. Meskipun saat hubungan tersebut berjalan, aku tetaplah sendiri.
Aku sering bertanya-tanya, apakah ada yang benar-benar sayang padaku? Yang aku butuhkan adalah seseorang yang menyediakan waktunya untuk mendengarkanku. Berbagi cerita. Nggak menganggapku berlebihan. Sebab, kadang aku pun sudah tidak bisa membedakan apakah aku yang terlalu berlebihan atau memang perasaanku ini benar adanya.
Kedua, takut kehilangan dan sendiri yang aku rasakan adalah karena memang aku hidup sebatang kara di dunia ini.
Mungkin kalian bertanya, “memangnya kamu nggak punya keluarga?”
Punya tetapi tidak seperti keluarga. Seperti orang lain. Kalaupun masih dianggap keluarga, itu hanya ketika mereka “meminjam” yang artinya meminta uang padaku.
Aku nggak pernah merasakan menceritakan masalahku, berbagi kebahagiaanku, atau menceritakan kejadian lucu di hari itu pada keluargaku. Nggak ada grup keluarga. Seperti halnya orang-orang lain di luar sana.
Entah kapan ada suatu saat seseorang akan memelukku dan menanyakan, “Apa kabarmu hari ini?” Atau ketika aku menangis tiba-tiba, dia akan mengelus rambutku dan bilang, “Aku selalu di sini. Kamu nggak sendirian.”
Karena penderitaanku nyata.