Fase hidup itu nggak dipungkiri bikin kita berubah-ubah. Atau memang kitanya juga berubah-ubah di berbagai waktu. Bisa jadi di suatu masa, kita merasa ambisius. Di kemudian hari kita merasa stoic dan let it flow.
Dan kini aku berada di fase lebih kalem. Aku merasa sudah cukup dan lebih mindful atas apa yang aku capai dan miliki. Salah satunya karena paham minimalisme yang sedang aku pelajari.
Seperti yang pernah aku ceritakan di blog ini mengenai hidup minimalis yang mulai aku jalankan. Bahwa ini bukan sekadar ingin tampil “klimis”. Bukan juga sekadar furnitur minimalis yang bikin tempat tinggalku lebih “clean” tanpa berantakan. Ya, walaupun memang hal-hal yang aku sebutkan tadi bisa dibilang minimalis dan juga bisa memengaruhi keadaan mentalku.
Namun, kali ini aku ingin lebih mengulik sisi lebih dalam tentang apa yang aku rasakan.
Kenapa harus lebih mindful dan merasa cukup?
Seenggaknya ada dua alasan yang menggerakkanku buat lebih mindful dan merasa cukup dengan apa yang aku miliki dan capai, yaitu:
1. Nggak ada rasa cukup
Selama berapa puluh tahun aku menjadi manusia dan melewati berbagai fase hidup, aku bisa bilang bahwa yang namanya manusia nggak dipungkiri terus berkembang. Satu sisi bagus, tapi di sisi lain ternyata ini kadang bikin kita merasa nggak cukup untuk beberapa hal.
Misal, dulu aku merasa makan KFC itu suatu kemewahan. Akan tetapi, sekarang kalau mau appreciate diri maka KFC nggak lagi cukup. Sebab si KFC ini sekarang udah ‘biasa’ aja.
Satu sisi ya nggak apa-apa juga. Namun, akan menjadi masalah kalau kita nggak merasa cukup. Semisal kita sampai di stage tertentu dan kita TERLALU ambisius sehingga mengabaikan kesehatan fisik maupun mental untuk mencapai stage berikutnya. Dan aku pernah di fase tersebut. Dan aku merasa lelah.
Bukan berarti nggak mau berkembang, tapi lebih ke tahu apa yang kita mau dan batasnya.
Aku tipe orang yang realisitis (dan kadang cenderung skeptis). Jadi, aku sering kali menghindari impian yang aku tahu terlalu muluk. Misal, di saat gajiku UMR, maka di saat itu nggak pernah kebayang buatku buat beli rumah. Kemudian, ternyata semesta mendukungku untuk step up, barulah di situ aku punya impian punya rumah dan mobil.
Dan ada yang menarik, impianku adalah yang penting aku punya rumah dan mobil, nggak penting berapapun harganya dan apapun mereknya. Itu sudah cukup buatku. Nggak masalah buatku.
🙂
Nah, impian aku yang spesifik itu berkaitan sama poin berikutnya. Bahwa yang penting aku berusaha mencapai impianku itu aja, aku nggak peduli orang lain punya apa dan pakai apa. Yuk, lanjut~
2. Selalu ada langit di atas langit
Minimalisme buatku bukan berarti nggak boleh ada keinginan. Tapi make sure bahwa itu benar-benar keinginan buat bikin diri kita bahagia, bukan untuk berkompetisi. Terkecuali memang bahagianya kita memang berkompetisi kali yah. Aku sih nggak bisa bilang apa-apa yah. Haha.
Tapi buatku, aku pengin merasa cukup dan lebih sadar dengan apa yang aku capai dan miliki. Aku ingin mencapai sesuatu karena aku memang membutuhkan dan menginginkannya. Bukan karena ingin terlihat hebat di depan orang lain. Aku membeli sesuatu karena aku memang suka, bukan karena tren atau ingin terlihat bermerek.
Membeli yang nggak kita butuhkan bakal bikin kita merasa nggak puas. Karena misal kita udah berhasil beli televisi gede banget, eh tetangga beli boat. Maka seketika itu juga kita merasa kalah.
Aku nggak mau hidup yang seperti itu.
Kayak yang aku sempat bilang di poin pertama, jangan sampai TERLALU AMBISIUS sehingga mengabaikan diri kita sendiri. Kita hidup buat diri kita, bukan orang lain. Ngapain juga kita mengejar sesuatu karena orang lain, eh ternyata kita nggak bisa menikmati apa yang kita capai.
Di sinilah mindfulness dibutuhkan. Gimana kita ingin mencapai sesuatu atas dasar kesadaran kita sendiri.
Bagaimana minimalisme membantu merasa cukup dan mindful?

Blog TheMinimalists bilang bahwa minimalisme adalah alat yang membantu kita buat menemukan kebebasan. The real freedoom.
Kebebasan dari cemas, kewalahan, rasa bersalah, depresi, dan budaya konsumerisme. Oke poin terakhir soal konsumerisme sebenarnya aku nggak mau ganggu juga ya. Karena buatku sendiri, hidup itu yin and yang. Kalau nggak ada masyarakat yang konsumtif juga, roda ekonomi bakal sulit juga yah. Haha. Lagian kalau memang ada duitnya, ya udah sih. Kok jadi berat dan agak lari gini bahasan kita yah.
Kalau pilihan kita buat punya rumah di Pondok Indah penting buat kita, then do it! Asalkan itu make sense buat kita dan kita happy buat ngejalanin apa yang kita kerjakan buat mencapai itu.
Intinya sih, apapun gaya hidup pilihan kita, pilihlah secara sadar dan nggak bikin kita malah nggak menikmati hidup.
Nah, minimalisme buatku sangat membantuku buat lebih mindful dan merasa cukup. Karena minimalisme mengajarkan buat memiliki apa yang aku butuhkan dan mengejar sesuatu yang memang sanggup aku capai. Nggak muluk-muluk.