Aku bukan “anak olahraga”. Dari kecil, aku memang gak dibiasakan olahraga sama orangtua. Kalau ingat zaman sekolah dulu, aku lebih memilih bikin makalah daripada ikut kelas olahraga. 😁

Nature-ku memang bukan di situ.

Jadi, bisa bayangin, “berat banget ke gym” itu adalah kalimat yang sangat menggambarkan perasaanku selama ini.

Tapi, aku juga punya pengin hidup lebih sehat. Masalahnya, keinginan dan realita seringkali gak ketemu. Padahal aku punya privilege WFH, gak perlu buang energi buat commuting, tapi ternyata itu aja gak cukup buat bikin aku konsisten.

Selama lebih dari setahun ini, aku sadar (setelah relook back), aku sudah melakukan banyak sekali “eksperimen” soal habit.

Nah, lucunya, baru-baru ini aku nonton video BigThink soal buku “Tiny Experiments”-nya Anne-Laure Le Cunff. And I’m so excited to share this.

Ternyata, tanpa aku sadari, apa yang aku lakukan selama setahun terakhir ini – yang aku anggap “coba-coba” atau “gagal-gagal” – adalah persis kayak di penjelasan video tersebut. Aku sudah mempraktikkan “tiny experiments” jauh sebelum aku tahu istilahnya. Aku bahkan belum baca bukunya, tapi konsep di video itu klik banget sama perjalananku.

So I want to share my tiny experiments, yang sekarang aku tahu punya nama keren.

Ternyata “kegagalan” adalah data

Perjalananku menemukan ritme olahraga ini gak instan. Panjang banget.

  • Eksperimen 1: Olahraga di Rumah. Aku mulai dengan nonton video MadFit, Caroline Girvan, dll. Dan ini berhasil! Aku bahkan berhasil turun 8-9 kg. I’m so proud of it. Tapi, karena aku sakit, dan berbagai hal terjadi. Aku vakum. Sempat kepikiran, “Ah, gagal.”
  • Eksperimen 2: Ikut Komunitas & Tren Kelas. Aku coba explore lagi. Aku join ClassPass dan komunitas, nyobain berbagai cabor: crossfit, muaythai, dll. Masalahnya? Hampir semua lokasinya di Jakarta dan jadwalnya after office hour. Ini friction point-nya: aku harus PP 2-3 jam, pulang jam 11 atau 12 malam. Bukannya sehat, aku malah stres karena kurang tidur. Masalahnya aku merasa kalau aku bangun pagi, hariku lebih panjang. So ya, tidur larut buatku big no.
  • Eksperimen 3: Daftar Gym & Ikut Kelas “One-Size-Fits-All”. Akhirnya aku daftar gym yang literally dekat rumah (sekitar 5 km). Tapi masalah belum selesai. Karena aku newbie dan belum pede latihan sendiri, aku ikut kelas-kelas yang mereka sediakan. Dan di sinilah aku sadar:
    1. Aku harus menyesuaikan jadwalku dengan jadwal mereka.
    2. Programnya one-for-all, yang mana buatku kerasa BERAT BANGET. Aku malah capek.

Setiap “kegagalan” ini bikin aku makin paham apa yang gak cocok buat aku.

Momen “aha!” dari rasa penasaran

Momen “aha!”-ku adalah ketika aku memutuskan: Aku berhenti ikut kelas.

Aku sadar, yang aku butuhkan saat ini bukanlah di-push sampai failure. Yang aku butuhkan adalah rasa penasaran (curiosity). Ini adalah inti dari “tiny experiments” yang aku jalani tanpa sadar.

Aku mulai berani kulik-kulik sendiri alat di gym. Awalnya? Seriously, aku banyak gak tau. Tapi untungnya pas kebetulan orang-orang di gym-ku (termasuk PT-nya) bahkan ada yang duluan bantuin aku. Aku juga mulai rajin nonton video soal strength training: gimana form-nya, gimana pakai alatnya.

Curiosity inilah yang jadi penyemangatku. Aneh, kan? Olahraga yang dulunya beban, sekarang malah bikin aku curious. Malah setelah nge-gym, aku udah penasaran lagi buat cepat-cepat besok ke gym lagi.

Dari sinilah aku menemukan “Pact” (Janji) yang akhirnya works for me:

WaktuPagi hari. Tapi kuncinya: fleksibel. Aku bikin range waktu, bukan jam saklek. Kalau aku kelewat 15-30 menit dari jadwal “paten”, aku tetap show up. Ini penting buat menghilangkan mindset all-or-nothing.
CaraLatihan sendiri. Aku belajar apa yang aku enjoy dan curious. Aku gak push to failure. Aku fokus ke form yang benar dulu.
DurasiCukup 30-45 menit aja. Yang penting KONSISTEN-nya dulu.
Kunci TambahanAku mengurangi kegiatan lain di pagi hari. Aku belajar mendelegasikan pekerjaan domestik. Aku sadar, I can’t manage it all, dan gak perlu juga pegang semua.

Struktur itu bukan kontrol, tapi…

Dulu, 3 jam pertamaku setelah bangun rasanya overwhelmed. Aku mau olahraga, mau baca buku, mau ini-itu. Sekarang, aku fokus ke diriku sendiri dan satu hal yang mau aku konsistenkan.

Aku tetap Helda yang otaknya gak bisa diem dan punya banyak ambisi. Bedanya, sekarang aku belajar buat lebih terstruktur dan satu-satu. Aku gak mau chaos.

Keberhasilan di gym ini bikin aku makin percaya sama konsep habit stacking. Karena satu habit ini berhasil, aku percaya aku bisa stack habit lain di atasnya.

Jadi, buat kamu yang lagi berjuang membangun habit baru: DO EXPERIMENTS!

Berhenti menyalahkan diri sendiri kalau “gagal”. Mungkin kamu bukan gagal, kamu hanya belum menemukan formula eksperimen yang pas. Dan mungkin, kamu sebenarnya sudah melakukannya, hanya belum tahu istilahnya aja.

Maybe structure isn’t about control. Maybe it’s just compassion for your future self.

Leave a comment

Be Part of the Movement

Get the latest posts by email.
No spam, just thoughtful notes.

Go back

Your message has been sent

Warning

Clarity 1-on-1 with Helda

Kalau kamu bingung arah karier, sering overthinking, susah fokus, dan hidup terasa “acak banget”, sesi ini bantu kamu nemu struktur yang sesuai kondisimu. Let’s talk!