Minggu lalu aku ngerasa kayak dapet “jawaban doa”. Aku pernah curhat di Instagram soal gimana blogging dulu itu bagian besar dari hidupku, and guess what?

Aku tiba-tiba dapet undangan dari Kak Ani Berta, seorang blogger senior yang udah nulis sejak 2008, buat ikut workshop Blogging in Social Media Age, yang merupakan bagian dari event Workshop Lomba Foto Astra & Anugerah Pewarta Astra 2024.

Yang bikin makin seru, ini bukan sekadar event biasa, tapi juga ajang nostalgia. Aku ketemu lagi sama teman-teman blogger lama kayak Achi Hartoyo, Salman Faris, Uni Dzalika, dan Riyardi Arisman. Rasanya kayak balik ke masa di mana blogging itu lebih dari sekadar nulis, tapi juga komunitas yang seru dan penuh sharing!

Blogging & Rebuilding Habit Menulis

Honestly, acara ini datang di saat yang pas banget. Aku lagi rebuilding habit nulis, karena sadar kalau blogging tuh bukan cuma nostalgia, tapi juga bagian dari perjalanan karierku. Aku yang dulu mulai dari penjaga warnet, sekarang bisa jadi digital marketing manager, and it all started from blogging.

Kak Ani juga sharing soal pentingnya konsistensi dalam menulis. Pas aku tanya, “Kak, apa yang bikin kakak memilih masih konsisten nulis blog dari 2008 sampai sekarang?” Beliau jawab kira-kira seperti ini (maaf kalau gak ketiplek ya hehe), “Karena blog itu tempat kita menuangkan pikiran secara utuh, gak sepotong-sepotong seperti di medsos.”

Relate banget! 🙂

Takeaways dari Workshop

Ada banyak hal menarik yang aku dapatkan dari workshop ini, mulai dari insight tentang blogging di era digital sampai bagaimana tetap konsisten menulis meskipun dunia konten sudah berubah drastis.

1. Blogging masih punya value

Sekarang zamannya konten visual kayak TikTok dan Instagram Reels, tapi Kak Ani bilang blogging tetap punya keunggulan dalam membangun pemikiran yang lebih mendalam. Jadi kalau ada yang bilang, “Hari gini masih ngeblog?” Jawabannya: Yes, of course!

2. Pilih platform sesuai kebutuhan

Mau yang gratisan? Bisa pakai Blogspot atau WordPress. Atau kalau suka nulis di media agregator, ada Kompasiana, Kumparan, Indonesiana, sampai Bisnis Muda. Tinggal sesuaikan aja mana yang paling cocok buat gaya kita.

3. Jangan pakai nama blog yang alay

Menurut Kak Ani, nama blog itu penting banget. Jangan yang ribet atau susah diingat. Kalau bisa, sesuaikan juga dengan akun medsos biar branding-nya kuat dan gampang dikenali.

4. Era brain rot & blogging sebagai solusi

Brain rot itu istilah buat turunnya kemampuan berpikir karena kebanyakan konsumsi video pendek. Kak Ani bilang, blogging bisa jadi cara buat melatih fokus dan berpikir lebih kritis. This hits different karena aku juga ngerasa belakangan ini kita lebih gampang terdistraksi.

5. Blog = ruang ekspresi

Ada kisah inspiratif dari workshop ini. Waktu Kak Ani ngadain pelatihan ngeblog di Bogor, ternyata banyak anak-anak yang excited banget! Bahkan ada yang curhat soal pengalaman perundungan di blog mereka, dan akhirnya jadi wadah healing buat mereka. So powerful!

Jangan Biarkan Blog “Karatan”

Salah satu pesan yang paling aku inget dari Kak Ani: “Jangan biarkan blog kita jadi karatan karena jarang update!” Blog itu bukan sekadar platform, tapi juga bagian dari identitas digital kita.

So, setelah workshop ini, aku makin semangat buat balik ngeblog lagi. 🙂

Blogging bukan cuma nostalgia, tapi juga journey yang terus berkembang. Cheers to more writings and sharing more stories!

One response to “Blogging Comeback: Dari Nostalgia ke Konsistensi Menulis”

  1. Satu hal yang nggak bisa digantikan dari blog adalah kelengkapan info yang disajikan. Nggak ada batas karakter, nggak ada batas durasi video, bebas cerita sepanjang yg kita mau.

    Like

Leave a comment

Be Part of the Movement

Get the latest posts by email.
No spam, just thoughtful notes.

Go back

Your message has been sent

Warning

Clarity 1-on-1 with Helda

Kalau kamu bingung arah karier, sering overthinking, susah fokus, dan hidup terasa “acak banget”, sesi ini bantu kamu nemu struktur yang sesuai kondisimu. Let’s talk!