Membangun kebiasaan itu gak semudah kelihatannya. Kalau kamu sering merasa gagal, coba tenang dulu – kamu gak sendirian. Aku juga pernah di posisi itu, dan butuh waktu lama buat akhirnya tahu apa yang benar-benar works untukku. I do trial and error.

Dari perjalanan ini, aku belajar satu hal penting: gak semua framework atau tips yang kita temukan bakal cocok buat kita. Kadang, kamu harus mencoba berbagai cara dulu untuk tahu mana yang sesuai.

Di artikel ini, aku mau berbagi pengalaman soal apa yang gak lagi aku lakukan, bagaimana aku menyesuaikan kebiasaan, dan tips untuk kamu yang sedang berusaha membangun habits yang lebih sustainable.

Apa yang gak aku lakukan lagi

1. Time scheduling

Awalnya aku pikir bikin jadwal super-detail itu akan membantu. Aku sampai bikin tabel di Spreadsheet dengan alokasi waktu untuk setiap aktivitas. Terus bikin Google Calendar buat tiap aktivitas. Tapi, kenyataannya, cara ini malah bikin aku merasa rush banget.

Contoh kecil aja, pernah gak sih kamu udah siap olahraga pagi, terus tiba-tiba “panggilan alam” datang? Atau lagi jalan pagi bawa Donna, eh tetangga ngajak ngobrol?

Jadwal jadi berantakan, dan efeknya aku jadi merasa gagal menjalankan rencana hari itu. Dari situ aku sadar, aku butuh fleksibilitas, bukan rigiditas.

2. Journaling

Journaling katanya bagus untuk meregulasi emosi, tapi for this time ini gak cocok buat aku. Setiap kali mencoba journaling di pagi hari, aku malah merasa terpaksa dan jadinya cuma formalitas. Apalagi, pagi hariku sudah cukup padat dengan aktivitas lain, jadi journaling malah terasa seperti beban tambahan.

Pelajarannya? Aku lebih memilih fokus ke satu atau dua kebiasaan yang benar-benar penting di pagi hari, daripada memaksakan banyak aktivitas sekaligus.

3. 5 AM Club

Bangun jam 5 pagi mungkin kedengeran keren, tapi buatku, gak perlu segitunya. Karena aku WFH, aku gak perlu memaksakan bangun terlalu pagi dan merasa terburu-buru. Aku lebih memilih bangun sesuai “alarm tubuhku”. Kadang jam 5:40, kadang jam 6, bahkan kadang jam 7 kalau memang sedang capek.

Yang penting buatku adalah: rutinitas pagiku tetap berjalan, seperti ganti baju olahraga dan mulai workout. Jadi, bukan soal jam berapa aku bangun, tapi apa yang aku lakukan setelahnya.

4. Pergi ke gym

Setelah berbagai percobaan, aku menyadari bahwa pergi ke gym bukan prioritas buatku saat ini. Aku punya jadwal yang sudah cukup padat, dan menambahkan aktivitas gym hanya akan menambah stres.

Kenapa? Alasan pertama adalah aku belum berani commit buat olahraga yang terlalu berat. Aku gak mau malah jadi menyerah duluan. So, I focus with my morning work-out dulu to be consistent. Kedua, ke gym itu gak cuma mikirin waktu workout-nya aja tetapi juga persiapan dan commuting ke sana. And, it takes time. Yang mana sekarang aku sibuk banget and I have to be realistic. 🙂

Aku percaya suatu saat nanti aku bakal ke gym, khususnya kalau pengin mencapai body goals tertentu, tapi sekarang aku lebih fokus pada hal-hal yang bisa aku lakukan di rumah. Self-love itu penting, dan salah satunya adalah tahu kapan harus berkata “tidak”.

Pelajaran dari trial and error

Dari perjalanan panjang ini, aku belajar bahwa membangun kebiasaan itu lebih dari sekadar mengikuti tren atau framework orang lain. Berikut langkah-langkah yang aku saranin:

  1. Tanya Kenapa (WHY). Sebelum mulai, tanyakan ke dirimu sendiri:
  • Kenapa kamu ingin membangun kebiasaan ini?
  • Apakah ini benar-benar penting untukmu, atau hanya ikut-ikutan tren?

Dengan memahami alasan yang mendalam, kamu jadi tahu mana kebiasaan yang benar-benar worth untuk dijalani.

  1. Trial and Error Framework. Setelah tahu alasannya, coba cari framework atau sistem yang bisa kamu gunakan. Misalnya:
    • Baca buku seperti Atomic Habits untuk referensi.
    • Tonton video di YouTube tentang habit-building.
    • Atau bikin framework sendiri yang sesuai dengan kebutuhanmu.

Jangan takut untuk mencoba berbagai cara, karena dari situ kamu bakal menemukan apa yang benar-benar cocok.

  1. Stop Kalau Gak Cocok. Kalau suatu habit atau framework gak cocok, berhenti aja. Ini bukan berarti kamu menyerah, tapi justru kamu menunjukkan bahwa kamu menyadari apa yang terbaik untukmu. Yang penting adalah terus mencari sampai kamu menemukan sistem yang tepat.

Self-love: kunci membangun kebiasaan baru

Setelah berbagai trial and error, aku menyadari bahwa mencintai diri sendiri adalah fondasi dari semuanya. Ketika aku belajar untuk mendengarkan tubuh dan pikiranku, aku jadi lebih mudah menerima dan membangun kebiasaan baru.

Loving yourself means working with your body and mind, not against them. Setelah itu, baru deh kamu bisa mencintai habit baru yang ingin kamu adopsi.

Kalau kamu sedang berjuang membangun kebiasaan baru, coba tanyakan ke dirimu sendiri:

  • Kenapa habit ini penting untukmu?
  • Apakah habit ini benar-benar sesuai dengan kebutuhanmu?
  • Framework apa yang ingin kamu coba?

Dan ingat, gak ada cara yang benar atau salah. Semua orang punya perjalanan yang unik. So, take your time, coba berbagai cara, dan temukan yang terbaik dan sesuai dengan dirimu!Tag aku di Instagram @cuaphelda kalau kamu punya struggling dengan habit-building, atau malah cerita sukses kamu soal ini. ❤️

Leave a comment

Be Part of the Movement

Get the latest posts by email.
No spam, just thoughtful notes.

Go back

Your message has been sent

Warning

Clarity 1-on-1 with Helda

Kalau kamu bingung arah karier, sering overthinking, susah fokus, dan hidup terasa “acak banget”, sesi ini bantu kamu nemu struktur yang sesuai kondisimu. Let’s talk!